Kota Batupuncak adalah kota kecil
yang penuh dengan praktek korupsi. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah
mengangkat Pak Surono sebagai hakim di kota tersebut. Pak Surono terkenal
sebagai Pegawai Negeri administrator yang jujur dan adil, sehingga para
wartawan dan beberapa orang terkemuka di kota tersebut tidak menyukainya.
Mereka ingin mempermalukan dan merusak nama baik Hakim Surono sehingga dengan
terpaksa pemerintah menggantinya dengan hakim lain yang lebih lunak. Mereka pun
terus-menerus mencari jalan untuk menjatuhkan nama baik Hakim Surono.
Sahabat
Karib Hakim Surono Diketahui Korupsi
Pak Latif, seorang kepala desa
tertangkap basah melakukan korupsi. Dia pun ditahan hingga tiba saatnya
pengadilan dan Pak Surono sebagai hakimnya. Semasa kecil, Hakim Surono dan Pak
Latif tinggal di sebuah desa yang masih wilayah kota Batupuncak. Mereka tinggal
bertetangga dan berteman akrab. Mereka selalu bermain bersama dan duduk di
bangku sekolah yang sama. Bahkan mereka sering makan bersama dan tidur sekamar.
Orang tua Pak Latif juga membantu
membiayai sekolah Hakim Surono, karena keluarganya sangat miskin. Ketika
orang tua Hakim Surono meninggal, orang tua Pak Latif menerima dia seperti
anaknya sendiri. Tidak heran jika akhirnya Hakim Surono sangat mengasihi Pak
Latif dan keluarganya.
Hakim
Surono Dihadapkan Situasi Sulit
Para wartawan mengetahui Pak Latif
adalah sahabat karib Hakim Surono dan sangat mengasihinya. Mereka melihat kasus
ini adalah waktu yang tepat untuk menjatuhkan nama baik Hakim Surono. Jika
Hakim Surono tidak menghukum Pak Latif dengan hukuman maksimal karena
korupsi, maka mereka akan menulis di surat kabar, "Hakim
Surono Tidak Adil dalam Menjatuhkan Hukuman".
Sebaliknya, jika Hakim Surono menghukum
Pak Latif dengan hukuman maksimal, para wartawan akan menulis, "Hakim
Tidak Menunjukkan Belas-kasihan pada Temannya". Hakim Surono akan
digambarkan sebagai hakim yang tidak memiliki hati nurani dan rasa
persaudaraan. Mereka akan menguraikan bagaimana sejak kecil kedua orang itu
hidup seperti saudara dan keluarga Pak Latif yang telah berkorban untuk
menyekolahkan Hakim Surono.
Hal ini menjadi dilema bagi Hakim
Surono. Jika dia merasa iba lalu mengampuni Pak Latif, itu artinya Hakim Surono
tidak adil. Tetapi, jika dia–karena sifat adilnya–menjatuhkan hukuman maksimal
kepada Pak Latif, itu artinya Hakim Surono tidak memiliki sifat kasih dan
belas-kasihan.
Adil
dan Kasih, Dua Sifat yang Dapat Bertentangan
Dua sifat Hakim Surono yang
sepertinya bertentangan ialah kasih dan adil. Hal ini juga terdapat dalam sifat
Allah. Allah Maha Adil (Al-'Adl) dan Maha Kasih (Al-Rahim). "Allah Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang" (Qs. 1:3). Dalam diri Allah dua sifat
ini sempurna adanya. Namun terkadang dua sifat Allah ini kelihatannya dapat
bertentangan.
Sifat adil dan kasih memang kadang
terlihat bertentangan. Ini juga terlihat dalam sifat Allah yaitu saat Allah
mengampuni dosa manusia begitu saja tanpa hukuman, jelas di sini terlihat Allah
mengorbankan sifat adil-Nya. Sebaliknya, jika Allah yang Maha Adil menghukum
manusia di neraka selamanya tanpa menyediakan jalan keluar, maka Allah
kelihatannya tidak mempunyai sifat kasih.
Bagaimana dengan Hakim Surono?
Bagaimana bila dia bertindak tegas dan adil sehingga menjatuhkan hukuman
maksimal pada Pak Latif?
Bagaimana pula bila Allah, Hakim
yang Maha Adil menjatuhkan hukuman maksimal atas dosa kita? Kita akan
tinggal di neraka selamanya? Bukankah satu dosa saja sudah merupakan kebusukan
yang sangat besar di hadapan Allah yang Mahasuci dan Mahakudus?
Adakah jalan keluar dari dilema ini?
Tentu! Yaitu mempertahankan sifat adil dan kasih. Jalan ini pulalah yang
dipakai Allah ribuan tahun silam. Simaklah kelanjutan kisah Hakim Surono berikut
ini.
Pak Surono Memecahkan Dilema Pada
Hari Penghakiman
Pada hari penghakiman para wartawan
dan orang-orang terkemuka berkumpul di ruang pengadilan. Mereka sangat
membenci si hakim dan berupaya untuk menjatuhkannya. Pada saat yang telah
ditentukan untuk menjatuhkan vonis, Hakim Surono berkata, "Jelas bahwa
dalam kasus ini terdakwa telah melanggar hukum dan harus diadili. Kami diberi
tugas untuk menumpas koruptor di kota ini. Sesudah mengumpulkan semua
bukti-bukti, kami harus menjatuhkan hukuman maksimal kepada terdakwa, yaitu
denda Rp. 1.200.000.000 rupiah ATAU sepuluh tahun penjara."
Pak Latif tidak mempunyai cukup uang
untuk membayar denda sebesar itu sehingga dia sangat marah sekali.
Pak
Surono Bertindak Adil dan Juga Mengasihi Sahabatnya
Mendengar vonis tersebut, para
wartawan segera pergi untuk menulis artikel mengenai hakim yang keras hati dan
tidak memiliki belas-kasih terhadap teman dekatnya. Mereka benar-benar ingin
mempermalukan Hakim Surono di depan rakyat.
Sebelum mereka sempat keluar, Hakim
Surono meninggalkan meja hijaunya dan menghampiri Pak Latif. Ia menanggalkan
jubah-hakimnya. Lalu ia membuka dompetnya dan memberikan kepada Pak Latif
selembar cek senilai jumlah denda. Untuk mendapatkan uang sebesar itu, Hakim
Surono telah menjual rumah dan mobilnya. Karena dia mengasihi temannya, dia
rela mengorbankan semua harta miliknya. Dengan terharu, Pak Latif dapat
membayar dendanya dan terbebas dari hukuman.
Bagaimana
Allah Mengadili dan Mengasihi Manusia Berdosa
Isa Al-Masih, Kalimat Allah, datang
ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Keadilan Allah
tidak ditiadakan karena dosa manusia dihukum dalam diri Isa Al-Masih. Jelas,
dosa manusia diadili dan dihukum!
Namun, pada saat yang sama. Allah
menyatakan kasih-Nya. Isa Al-Masih telah dikorbankan dan menanggung hukuman
kita. Sehingga Ia dapat memberikan Jalan Keselamatan dari hukuman dosa bagi
mereka yang mau mempercayai-Nya.
Dengan demikian penyaliban Isa
Al-Masih menyatakan hikmat Allah dalam merencanakan suatu jalan keselamatan
yang adil dan penuh dengan kasih.
.
Sumber : http://www.isadanislam.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentar dengan baik untuk kemajuan dan penambahan wawasan kita.
tidak menerima komentar sara, pelecehan dan yang melanggar HAM dan privasi seseorang